MAKALAH
ILMU
SOSIAL DAN BUDAYA DASAR
“MANUSIA, NILAI, MORAL, DAN HUKUM”
Dosen Pengampu: Dr. Ghufron Abdullah M.Pd

Disusun
Oleh Kelompok 9 :
Yulia Kurniawati (12110182)
Khasanatul Lidayati (12110183)
Mirawati (12110184)
Liska Maya Rina (12110185)
PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
TAHUN
2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah sebuah kelompok atau seorang individu
yang selalu berhubungan dengan lingkungan sekitar. Manusia di dalam
kehidupannya pasti memerlukan sesuatu yang bernilai atau bermanfaat bagi
dirinya.
Selain itu, dalam melakukan setiap aktivitasnya,
terutama didalam bertingkah laku manusia
haruslah bertindak sesuai dengan moral/etika yang berlaku di masyarakat, selalu
berlaku adil dan tertib hukum. Demi mewujudkan keamanan, kenyamanan, kerasian dan
kesejahteraan hidup, maka diciptakan
aturan-aturan dan kontrol-kontrol sosial tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh
setiap anggota kelompok. Kaidah yang
mengatur kehidupan manusia itulah yang disebut dengan hukum.
Namun di dalam kenyataanya, dewasa ini masih terlihat rendahnya kesadaran
akan nilai, moral, dan hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya
tindak lanjut demi terwujudnya kesadaran di dalam masyarakat. Tersebut adalah
beberapa pokok bahasan yang akan menjadi kajian dalam makalah ini, supaya
nantinya dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi semuanya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian manusia, nilai, moral, dan hukum itu?
2. Bagaimanakah keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan dalam
kehidupan bermasyarakat?
3. Apakah problematika nilai, moral, dan hukum dalam
masyarakat dan negara?
C. Tujuan Masalah
1. Menjelaskan pengertian manusia, nilai, moral, dan hukum.
2. Menjelaskan keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan dalam kehidupan
bermasyarakat.
3. Menjelaskan
problematika nilai, ketertiban, dan kesejahteraan dalam masyarakat dan negara.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN MANUSIA, NILAI, MORAL, HUKUM
1. Pengertian Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari
kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi
atau makhluk yang
berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat
diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah
kelompok (genus) atau seorang individu. Dalam hubungannya dengan lingkungan,
manusia merupakan suatu organisme hidup (living organism).
Terbentuknya pribadi seseorang
dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang
berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi),
horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala seorang bayi lahir, ia merasakan
perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan oleh karena itu ia menangis, menuntut agar
perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu tergantikan. Dari sana timbul
anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi kepekaan (sense) untuk
membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk dapat
hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu bersumber dari
lingkungan
Manusia adalah makhluk yang tidak
dapat dengan segera menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pada masa bayi
sepenuhnya manusia tergantung kepada individu lain. Ia belajar berjalan,belajar
makan,belajar berpakaian,belajar membaca,belajar membuat sesuatu dan
sebagainya, memerlukan bantuan orang lain yang
lebih dewasa.
Malinowski(1949), salah satu tokoh
ilmu Antropologi dari Polandia menyatakan bahwa ketergantungan individu terhadap
individu lain dalam kelompoknya dapat terlihat dari usaha-usaha manusia dalam
memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosialnya yang dilakukan melalui
perantaraan kebudayaan.
Rasa aman secara khusus tergantung
kepada adanya system perlindungan dalam rumah, pakaian dan peralatan.
Perlindungan secara umum, dalam pengertian gangguan/kelompok lain akan lebih
mudah diwujudkan kalau manusia berkelompok. Untuk menghasilkan keamanan dan
kenyamanan hidup berkelompok ini, diciptakan aturan-aturan dan kontrol-kontrol
sosial tentang apa yang boleh dan yang
tidak boleh dilakukan oleh setiap anggota kelompok. Selain itu ditentukan pula
siapa yang berhak mengatur kehidupan kelompok untuk tercapainya tujuan bersama.
2.
Pengertian Nilai
Nilai (value) adalah sesuatu yang berharga,
bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai
berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.
Menurut Bambang
Daroeso, nilai memiliki ciri sebagai
berikut:
a. Nilai itu suatu relitas abstrak dan
ada dalam kehidupan manusia. Nilai yang bersifat abstrak tidak dapat diindra.
Hal yang dapat diamati hanyalah objek yang bernilai itu. Misalnya orang yang
memiliki kejujuran. Kejujuran adalah nilai, tetapi kita tidak bias menindra
kejujuran itu.
b. Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung harapan,
cita-cita dan suatu keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal das sollen.
Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak.
Misalnya nilai keadilan. Semua orang berharap manusia dan mendapatkan dan
berperilaku yang mencerminkan nilai keadilan.
c. Nilai berfungsi sebagai daya dorong
dan manusia adalah pendukung nilai. Manusia bertindak berdasar dan didorong
oleh nilai yang diyakininya. Misalnya nilai ketakwaan. Adanya nilai ini
menjadikan semua orang terdorong untuk bisa mencapai derajat ketakwaan.
Menurut Bambang
Deroeso, nilai adalah suatu kualitas atau penghargaan terhadap sesuatu, yang
menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang.
Menurut Darji Darmodiharjo, Nilai
adalah kualitas atau keadaan yang bermanfaat bagi manusia baik lahir ataupun
batin. Sesuatu dianggap bernilai apabila
sesuatu itu memiliki sifat sebagai berikut:
a) Menyenangkan (peasent)
b) Berguna (useful)
c) Memuaskan (satisfying)
d) Menguntungkan (profitable)
e) Menarik (interesting)
f) Keyakinan (belief)
Ada 2 pendapat
mengenai nilai yaitu: pertama, nilai itu objektif: ada pada setiap sesuatu. Tidak ada yang
diciptakan didunia ini tanpa adanya suatu nilai yang melekat didalamnya. Dengan
demikian, segala sesuatu ada nilainya dan bernilai bagi manusia, hanya saja
manusia tidak tahu dan belum tahu nilai apa dari objek tersebut. Kedua, nilai itu subjektif: nilai suatu
objek terletak pada subjek yang menilainya. Misalnya : air menjadi sangat bernilai
daripada emas bagi orang yang kehausan ditengah padang pasir, tanah memiliki
nilai bagi petani, gunung bernilai bagi seorang pelukis, dan sebagainya.
Tiga macam
nilai menurut Prof. Drs. Notonegoro adalah sebagai berikut:
a)
Nilai meteriil, yakni sesuatu yang
berguna bagi jasmani dan rohani manusia.
b)
Nilai vital, sesuatu yang berguna bagi
manusia untuk dapat melaksanakan kegiatan.
c)
Nilai kerohanian, dibedakan menjadi 4
yaitu:
1)
Nilai kebenaran, bersumber pada akal
pikiran manusia (rasio, budi, dan cipta)
2)
Nilai estetika/ keindahan, bersumber
pada rasa manusia.
3)
Nilai kebaikan/moral, bersumber pada
kehendak keras, karsa hati, dan nurani manusia.
3.
Pengertian
Moral
Moral berasal dari kata bahasa Latin
mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mores ini mempunyai sinonim mos, moris, manner mores
atau manners, morals.
Dalam bahasa Indonesia, kata moral berarti akhlak (bahasa
Arab) atau kesusilaan yang mengandung
makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing
tingkah laku batin dalam hidup. Kata
moral ini dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang menjadi etika. Secara
etimologis,etika adalah ajaran tentang baik buruk, yang diterima masyarakat
umum tentang sikap, perbuatan, kewajiban, dan sebagainya.
Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan
seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan
nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta
menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang
baik, begitu juga sebaliknya. Moral
adalah produk dari budaya dan Agama. Jadi moral adalah tata aturan norma-norma
yang bersifat abstrak yang mengatur kehidupan manusia untuk melakukan perbuatan
tertentu dan sebagai pengendali yang mengatur manusia untuk menjadi manusia
yang baik.
Istilah moral
dapt disamakan dengan istilah etika, etik, akhlak , kesusilaan, dan budi
pekerti. Dalam hubungannya dengan nilai, moral adalah bagian dari nilai, yaitu
nilai moral. Tidak semua nilai adalah
nilai moral. Nilai moral berkaitan dengan perilaku manusia tentang baik-buruk.
Dalam filsafat
nilai secara sederhana dibedakaan menjadi 3 jenis:
a)
Nilai logika, nilai tentang benar dan
salah.
b)
Nilai etika, nilai tentang baik-buruk.
c)
Nilai estetika, nilai tentang
indah-jelek.
4.
Hukum
Disamping adat istiadat tadi, ada kaidah yang mengatur kehidupan
manusia yaitu hukum, yang biasanya dibuat dengan sengaja dan mempunyai sanksi yang jelas. Hukum dibuat dengan tujuan untuk
mengatur kehidupan masyarakat agar terjadi keserasian diantara warga masyarakat dan sistem sosial yang dibangun oleh suatu
masyarakat. Pada masyarakat modern hukum dibuat
oleh lembaga-
lembaga yang diberikan wewenang oleh rakyat.
Keseluruhan kaidah dalam masyarakat
pada intinya adalah mengatur masyarakat agar mengikuti pola perilaku yang
disepakati oleh sistem
sosial dan budaya yang berlaku pada
masyarakat tersebut. Pola-pola perilaku merupakan cara-cara masyarakat
bertindak atau berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh semua anggota
masyarakat tersebut. Setiap
tindakan manusia dalam masyarakat selalu mengikuti pola-pola perilaku
masyarakat. Pola perilaku berbeda dengan
kebiasaan. Kebiasaan merupakan cara bertindak seseorang yang kemudian diakui
dan mungkin diikuti oleh orang lain. Pola perilaku dan norma-norma yang dilakukan
dan dilaksanakan pada khususnya apabila seseorang berhubungan dengan orang
lain, dinamakan social organization.
Pada umumnya hukum bertujuan
menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Selain itu, menjaga dan
mencegah agar setiap
orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri, namun tiap perkara harus
diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang sedang berlaku.
5. Norma sebagai perwujudan dari nilai
Nilai penting bagi kehidupan manusia,
sebab nilai bersifat normatif dan menjadi motivator tindakan manusia. Nilai
perlu dikonkretisasikan atau diwujudkan ke dalam norma. Norma yang bersifat
normatif dan berfungsi sebagai motivator tindakan manusia itu harus
diimplementasikan dalam bentuk norma. Norma adalah perwujudan dari nilai.
Setiap norma pasti terkandung nilai
didalamnya. Nilai sekaligus menjadi sumber bagi norma. Tanpa ada nilai tidak
mungkin terwujud norma. Sebaliknya, tanpa dibuatkan morma maka nilai yang
hendak dijalankan itu mustahil terwujud.
Contohnya ada norma berbunyi “Dilarang
membuang sampah sembarangan”, norma tersebut berusaha mewujudkan nilai
kebersihan, dengan mengikuti norma tersebut, diharapkan kebersihan sebagai
nilai dapat terwujud dalam kehidupan.
Norma atau kaidah adalah ketentuan-ketentuan yang
menjadi pedoman dan panduan dalam bertingkah laku di kehidupan masyarakat. Norma
berisi anjuran untuk berbuat baik dan larangan untuk berbuat buruk dalam
bertindak, sehingga kehidupan ini menjadi lebih baik. Norma adalah kaidah,
ketentuan, aturan, kriteria atau syarat yang mengandung nilai tertentu yang
harus dipatuhi oleh warga masyarakat dalam berbuat dan bertingkah laku sehingga
terbentuk masyarakat yang tertib, teratur dan aman.
Di samping sebagai pedoman berbuat atau bertingkah
laku, norma juga dipakai sebagai tolak ukur didalam mengevaluasi perbuatan
seseorang. Norma selalu berpasangan dengan sanksi, yaitu suatu keadaan yang
dikenakan kepada si pelanggar norma sebagai akibat atau tanggungjawab atas
perbuatannya.
Norma yang berlaku dimasyarakat ada empat macam,
yaitu:
a.
Norma agama, peraturan hidup manusia berisi perintah
dan larangan yang berasal dari Tuhan.
b.
Norma moral/kesusilaan, yaitu peraturan atau kaidah
hidup yang bersumber dari hati nurani
dan merupakan nilai-nilai moral yang mengikat manusia.
c.
Norma kesopanan, yaitu peraturan yang bersumber dari
pergaulan hidup antar manusia.
d.
Norma hukum, yaitu peraturan yang diciptakan oleh
kekuasaan resmi atau negara yang sifatnya mengikat dan memaksa.
6. Hukum sebagai norma
Berdasarkan pada uraian sebelumnya, hukum pada
dasarnya adalah bagian dari nor ma, yaitu norma hukum. Hukum sebagai norma
berbeda dengan ketiga norma sebelumnya ( agama, kesusilaan, dan kesopanan). Perbedaan
norma hukum dan norma lainnya adalah sebagai berikut:
1.
Norma hukum datangnya dari luar diri kita sendiri,
yaitu dari kekuasaan/lembaga resmi yang berwenang.
2.
Norma hukum dilekati sanksi pidana atau pemaksa secara
fisik.
3.
Sanksi pidana dilaksanakan oleh aparat negara.
Jadi, meskipun sudah ada norma agama, kesusilaan, dan
kesopanan namun dalam kehidupan bernegara tetap dibutuhkan norma hukum, karena
dua hal yaitu:
a.
Karena bentuk sanksi dari ketiga norma belum cukup
memuaskan dan efektif untuk melindungi ketertiban dan keteraturan masyarakat.
b.
Masih ada perilaku lain yang perlu diatur diluar
ketiga norma di atas, misalnya perilaku dijalan raya.
Norma hukum berasal dari norma agama, kesusilaan, dan
kesopanan. Isi ketiga norma tersebut dapat diangkat sebagai norma hukum. Di
samping itu, norma hukum dapat menciptakan sendiri isi norma tersebut. Conrohnya:
norma hukum berlalu lintas yang memang tidak ada diketiga norma sebelumnya.
B.
KEADILAN, KETERTIBAN, DAN
KESEJAHTERAAN
1.
Makna Keadilan
Keadilan
berasal dari bahasa Arab adil yang berarti tengah. Keadilan berarti menempatkan
sesuatu ditengah-tengah, tidak berat sebelah atau dengan kata lain keadilan
berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya. Berikut beberapa pendapat mengenai
makna keadilan:
a.
Menurut KBBI, keadilan berarti (sifat
perbuatan, perilaku) yang adil. Keadilan berarti perilaku atau perbuatan yang
dalam pelaksanaanya memberikan kepada pihak lain sesuatu yang semestinya harus
diterima oleh pihak lain.
b.
Menurut W.J.S. Poerwodarminto, keadilan
berarti tidak berat sebelah, sepatutnya, tidak sewenang-wenang. Jadi, dalam
pengertian adil termasuk didalamnya tidak terdapat kesewenang-wenangan.
c.
Menurut Frans Magnis Suseno, dalam
bukunya Etika Politik menyatakan
keadilan sebagai suatu keadaan dimana semua orang dalam situasi yang sama
diperlakukan secara sama.
Menurut Plato, membedakan keadilan dalam tiga macam :
- Keadilan distributif adalah suatu keadilan yang memberikan kepada setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya atau pembagian menurut haknya masing-masing. Keadilan distributif berperan dalam hubungan antara masyarakat dengan perorangan.
- Keadilan kumulatif adalah suatu keadilan yang diterima oleh masing-masing anggota tanpa mempedulikan jasa masing-masing. Keadilan ini didasarkan pada transaksi baik yang sukarela atau tidak. Keadilan ini terjadi pada lapangan hukum perdata, misalnya dalam perjanjian tukar-menukar.
- Keadilan legal/moral adalah keadilan yang mengikuti penyesuaian atau pemberian tempat seseorang dalam masyarakat sesuai dengan kemampuannya, dan yang dianggap sesuai dengan kemampuan yang bersangkutan.
Sesuai pesan
yang terkandung dalam UUD 1945 hendaknya menjadi pedoman dan semangat bagi para
penyelenggara negara bahwa tugas utama pemerintah adalah menciptakan keadilan.
Berdasarkan pada pancasila sila ke-2 “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab” yang
dimaksud adalah perlakuan secara adil kepada warga negara tanpa pandang bulu.
Hal ini tercermin dalam pasal 27 ayat (1) UUD 1945 bahwa segala warga negara
bersamaan didalam kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Sila ke5 “
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” mengandung makna dalam adil
pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Pembangunan dan kakayaan alam tidak boleh
dinikmati olah segelintir orang sebab hal itu akan menimbulkan parasaan iri,
kesenjangan dan kemiskinan.
2. Fungsi
dan Tujuan Hukum dalam Masyarakat
Ada empat fungsi hukum dalam masyarakat, yaitu sebagai
berikut :
a. Sebagai Alat Pengatur Tertib
Hubungan Masyarakat.
Hukum sebagai norma merupakan
petunjuk untuk kehidupan. Hukum menunjukkan mana yang baik dan mana yang buruk.
Hukum juga member petunjuk apa yang harus diperbuat dan mana yang tidak boleh,
sehingga segala sesuatunya dapat berjalan tertib dan teratur. Kesemuanya itu
dapat dimungkinkan karena hokum mempunyai sifat mengatur tingkah laku manusia
serta mempunyai ciri memerintah dan melarang. Begitu pula hukum mempunyai sifat
memaksa agar hukum ditaati
oleh anggota masyarakat.
b.
Sebagai
sarana untuk Mewujudkan Keadilan Sosial.
- Hukum mempunyai cirri memerintah
dan melarang
- Hukum mempunyai sifat memaksa.
- Hukum mempunyai daya yang mengikat
secara psikis dan fisik.
Karena hukum mempunyai sifat, cirri, dan daya mengikat tersebut, maka hukum dapat member keadilan, yaitu menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar. Hukum dapat menghukum siapa yang salah, hukum dapat memaksa agar peraturan ditaati dan siapa yang melanggar diberi sanksi hukuman.
Contohnya, siapa yang berutang harus
membayar adalah perwujudan dari keadilan.
c.
Sebagai
Penggerak Pembangunan
Daya mengikat dan memaksa dari hukum
dapat digunakan atau didayagunakan untuk menggerakkan pembangunan. Hukum
dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke arah yang lebih maju dan sejahtera.
d.
Fungsi
Kritis Hukum
Dewasa ini, sering berkembang suatu
pandangan bahwa hukum mempunyai fungsi kritis, yaitu daya kerja hukum tidak
semata-mata melakukan pengawasan pada aparatur pengawasan (petugas) saja,
tetapi aparatur penegak hukum termasuk didalamnya.
Hukum bertujuan menjamin kepastian
hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus bersendikan pada rasa keadilan di
masyarakat. Dalam literature ilmu hukum, dikenal ada dua teori tentang tujuan
hukum, yaitu teori etis dan utilities. Teori etis mendasarkan pada etika, hukum
bertujuan untuk semata-mata mencapai keadilan, memberikan kepada setiap orang
apa yang menjadi haknya. Hukum tidak identik dengan keadilan. Peraturan hukum
tidaklah selalu untuk mewujudkan keadilan. Contohnya, peraturan lalu lintas.
Mengendarai mobil di sebelah kiri tidak bias dikatakan adil karena sesuai
aturan. Sedangkan berjalan di sebelah kanan dikatakan tidak adil karena
bertentangan dengan aturan. Jadi, teori ini tidak sepenuhnya benar.
Menurut
teori utilities, hukum bertujuan untuk memberikan faedah bagi
sebanyak-banyaknya orang dalam masyarakat. Pada hakikatnya, tujuan hukum adalah
memberikan kebahagiaan atau kenikmatan besar bagi jumlah yang terbesar. Teori
ini juga tidak selalu benar. Selanjutnya,
muncul teori campuran. Menurut teori ini, tujuan pokok hukum adalah ketertiban.
Kebutuhan akan ketertiban adalah syarat mutlak bagi masyarakat yang teratur. Di
samping ketertiban, tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan yang isi
dan ukurannya berbeda menurut masyarakat dan zamannya.
Agar
tujuan kaidah hukum itu dapat terwujud dengan semestinya, atau sesuai dengan
harapan seluruh anggota masyarakat/ Negara maka harus ada kepatuhan kepada
kaidah hukum tersebut. Masyarakat perlu patuh dan menerima secara positif
adanya kaidah hukum. Tidak dapat kita bayangkan bagaimana kehidupan manusia
tanpa adanya kaidah hukum.
Faktor-faktor penyebab para anggota
masyarakat mematuhi hukum (Prof. Dr. Soekanto, S.H.) adalah:
1.
Kepentingan-kepentingan para anggota
masyarakat yang terlindungi oleh hukum.
2.
Complience atau pemenuhan kebutuhan.
Orang akan patuh pada hukum karena didasarkan pada harapan akan suatu imbalan
atau sebagai usaha untuk menghindarkan diri dari sanksi yang dijatuhkan
manakala kaidah hukum itu dilanggar.
3.
Identifikasi. Pematuhan akan kaidah
hukum itu bukan nilai yang sesungguhnya dari kaidah tersebut, melainkan karene
keinginannya untuk memelihara hubungan yang sebaik-baiknya dengan para anggota
mayarakat lainnya yang sekelompok atau segolongan dengan para pemimpin kelompok
atau pejabat hukum.
4.
Internalisasi. Kepatuhan manusia karena
kaidah-kaidah hukum sesuai dengan nilai-nilai yang menjadi pegangan sebagian
besar para anggota masyarakat, yaitu penjiwaan dan kesadaran dalam diri mereka
masing-masing.
C. PROBLEMATIKA NILAI, MORAL, DAN HUKUM DALAM
MASYARAKAT DAN NEGARA
1. Pelanggaran Etik
Kebutuhan akan norma etik oleh manusia diwujudkan
dengan membuat serangkaian norma etik untuk suatu kegiatan atau profesi. Kode
etik merupakan bentuk aturan tertulis secara sistematik sengaja dibuat sesuai
dengan prinsip-prinsip moral yang ada. Contohnya: kode etik guru, kode etik
wartawan, kode etik insinyur dan sebagainya.
Kode
etik profesi berisi ketentuan-ketentuan normatif etik yang seharusnya dilakukan
oleh anggota profesi. Kode etik profesi diperlukan untuk menjaga martabat serta
kehormatan profesi, dan disisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk
penyimpangan maupun penyalahgunaan keahlian. Tanpa etika profesi, apa yang
semula dikenal sebagai sebuah profesi yang
terhormat akan segera jatuh dan ujungnya akan berakhir dengan tidak adanya
respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional
tersebut.
Meskipun
telah memiliki kode etik, masih ada seseorang yang melanggar kode etiknya
sendiri. Misal seorang dokter melanggar kode etik dokter, pelanggaran etik
tidak akan mendapat sanksi lahiriah akan tetapi biasanya mendapat sanksi etik
seperti menyesal, rasa bersalah, malu. Dan akan mendapat sanksi etik dari
lembaga profesi seperti teguran, dicabut keanggotaannya, atau tidak diperbolehkan
lagi menjalani profesi tersebut.
2. Pelanggaran Hukum
Problema hukum yang berlaku
dewasa ini adalah masih rendahnya kesadaran hukum masyarakat. Akibatnya, banyak
terjadi pelanggaran hukum. Bahkan, pada hal-hal kecil yang sesungguhnya tidak
perlu terjadi. Misalnya: secara sengaja tidak membawa SIM dengan alasan hanya
untuk sementara waktu.
Pelanggaran
hukum dalam arti sempit berarti pelanggran
terhadap PP negara, karena hukum oleh negara dimuatkan dalam PP. Kasus
tidak membawa SIM berarti melanggar UU No.14 tahun 1992 tentang lalu lintas. Kasus
pelanggaran hukum banyak terjadi dalam masyarakat kita, mulai dari kasus kecil
seperti pencurian, perjudian sampai kasus besar seperti korupsi dan pembunuhan.
Problema
hukum yang lain adalah hukum dijadikan sebagai alat kekuasaan. Hukum dibuat
justru untuk melayani kekuasaan dalam negara, dengan alih-alih telah
berdasarkan hukum, tetapi peraturan yang dibuat justru menyengsarakan rakyat,
menciptakan ketidakadilan dan menumbuhsuburkan KKN. Oleh karena itu, Gustav
Radbruch menyampaikan adanya tiga kaidah dalam memenuhi kaidah hukum yaitu:
gerechtigheit (unsur keadilan), zecmaessigkeit (unsur kemanfaatan), dan
sicherheit (unsur kepastian).
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
a.
Secara
istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan
atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.
b.
Nilai (value) adalah sesuatu yang berharga,
bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia.
c. Moral adalah ajaran tentang baik buruk, yang diterima masyarakat umum
tentang sikap, perbuatan, kewajiban, dan sebagainya.
d.
Keadilan berarti menempatkan sesuatu
ditengah-tengah, tidak berat sebelah atau dengan kata lain keadilan berarti
menempatkan sesuatu pada tempatnya.
e.
Hukum
dibuat dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat agar terjadi
keserasian diantara warga
masyarakat dan sistem
sosial yang dibangun oleh suatu
masyarakat.
B.
Saran
Sebagai manusia yang baik, seharusnya memanfaatkan
setiap nilai yang bermanfaat bagi kita, dan bertindak sesuai dengan moral,
bersifat adil demi terwujudnya kedamaian dan ketertiban serta menjunjung tinggi
hukum yang telah ada dalam masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Herimanto dan Winarno. 2008. Ilmu
Sosia dan Budaya Dasar. Jakarta : Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar