Rabu, 20 Agustus 2014

MAKALAH ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR “MANUSIA, NILAI, MORAL, DAN HUKUM”



MAKALAH
ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR
MANUSIA, NILAI, MORAL, DAN HUKUM
Dosen Pengampu: Dr. Ghufron Abdullah M.Pd


Disusun Oleh Kelompok 9 :
Yulia Kurniawati        (12110182)
Khasanatul Lidayati    (12110183)
Mirawati                      (12110184)
Liska Maya Rina         (12110185)


PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
TAHUN 2012/2013







BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia adalah sebuah kelompok atau seorang individu yang selalu berhubungan dengan lingkungan sekitar. Manusia di dalam kehidupannya pasti memerlukan sesuatu yang bernilai atau bermanfaat bagi dirinya.
Selain itu, dalam melakukan setiap aktivitasnya, terutama didalam bertingkah laku  manusia haruslah bertindak sesuai dengan moral/etika yang berlaku di masyarakat, selalu berlaku adil dan tertib hukum. Demi mewujudkan keamanan, kenyamanan, kerasian dan kesejahteraan  hidup, maka diciptakan aturan-aturan dan kontrol-kontrol sosial tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh setiap anggota kelompok. Kaidah yang mengatur kehidupan manusia itulah yang disebut dengan hukum.
Namun di dalam kenyataanya, dewasa ini masih terlihat rendahnya kesadaran akan nilai, moral, dan hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya tindak lanjut demi terwujudnya kesadaran di dalam masyarakat. Tersebut adalah beberapa pokok bahasan yang akan menjadi kajian dalam makalah ini, supaya nantinya dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi semuanya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian manusia, nilai, moral, dan hukum itu?
2.      Bagaimanakah  keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat?
3.      Apakah problematika nilai, moral, dan hukum dalam masyarakat dan negara?
C.    Tujuan Masalah
1.      Menjelaskan pengertian manusia, nilai, moral, dan hukum.
2.      Menjelaskan keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat.
3.      Menjelaskan problematika nilai, ketertiban, dan kesejahteraan  dalam masyarakat dan negara.















BAB II
PEMBAHASAN

A.       PENGERTIAN MANUSIA, NILAI,  MORAL, HUKUM
1. Pengertian Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu organisme hidup (living organism).
Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala seorang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan oleh karena itu ia menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu tergantikan. Dari sana timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi kepekaan (sense) untuk membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu bersumber dari lingkungan
Manusia adalah makhluk yang tidak dapat dengan segera menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pada masa bayi sepenuhnya manusia tergantung kepada individu lain. Ia belajar berjalan,belajar makan,belajar berpakaian,belajar membaca,belajar membuat sesuatu dan sebagainya, memerlukan bantuan orang lain yang lebih dewasa.
Malinowski(1949), salah satu tokoh ilmu Antropologi dari Polandia menyatakan bahwa ketergantungan individu terhadap individu lain dalam kelompoknya dapat terlihat dari usaha-usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosialnya yang dilakukan melalui perantaraan kebudayaan.
Rasa aman secara khusus tergantung kepada adanya system perlindungan dalam rumah, pakaian dan peralatan. Perlindungan secara umum, dalam pengertian gangguan/kelompok lain akan lebih mudah diwujudkan kalau manusia berkelompok. Untuk menghasilkan keamanan dan kenyamanan hidup berkelompok ini, diciptakan aturan-aturan dan kontrol-kontrol sosial tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh setiap anggota kelompok. Selain itu ditentukan pula siapa yang berhak mengatur kehidupan kelompok untuk tercapainya tujuan bersama.
2. Pengertian Nilai                                    
Nilai (value) adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.
Menurut Bambang Daroeso, nilai memiliki ciri sebagai berikut:
a.       Nilai itu suatu relitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia. Nilai yang bersifat abstrak tidak dapat diindra. Hal yang dapat diamati hanyalah objek yang bernilai itu. Misalnya orang yang memiliki kejujuran. Kejujuran adalah nilai, tetapi kita tidak bias menindra kejujuran itu.
b.      Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita dan suatu keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal das sollen. Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak. Misalnya nilai keadilan. Semua orang berharap manusia dan mendapatkan dan berperilaku yang mencerminkan nilai keadilan.
c.       Nilai berfungsi sebagai daya dorong dan manusia adalah pendukung nilai. Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya. Misalnya nilai ketakwaan. Adanya nilai ini menjadikan semua orang terdorong untuk bisa mencapai derajat ketakwaan.
Menurut Bambang Deroeso, nilai adalah suatu kualitas atau penghargaan terhadap sesuatu, yang menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang.
Menurut Darji Darmodiharjo, Nilai adalah kualitas atau keadaan yang bermanfaat bagi manusia baik lahir ataupun batin. Sesuatu dianggap bernilai apabila sesuatu itu memiliki sifat sebagai berikut:
a)      Menyenangkan (peasent)
b)      Berguna (useful)
c)      Memuaskan (satisfying)
d)     Menguntungkan (profitable)
e)      Menarik (interesting)
f)       Keyakinan (belief)
Ada 2 pendapat mengenai nilai yaitu:  pertama, nilai itu objektif: ada pada setiap sesuatu. Tidak ada yang diciptakan didunia ini tanpa adanya suatu nilai yang melekat didalamnya. Dengan demikian, segala sesuatu ada nilainya dan bernilai bagi manusia, hanya saja manusia tidak tahu dan belum tahu nilai apa dari objek tersebut. Kedua, nilai itu subjektif: nilai suatu objek terletak pada subjek yang menilainya. Misalnya : air menjadi sangat bernilai daripada emas bagi orang yang kehausan ditengah padang pasir, tanah memiliki nilai bagi petani, gunung bernilai bagi seorang pelukis, dan sebagainya.
Tiga macam nilai menurut Prof. Drs. Notonegoro adalah sebagai berikut:
a)      Nilai meteriil, yakni sesuatu yang berguna bagi jasmani dan rohani manusia.
b)      Nilai vital, sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakan kegiatan.
c)      Nilai kerohanian, dibedakan menjadi 4 yaitu:
1)      Nilai kebenaran, bersumber pada akal pikiran manusia (rasio, budi, dan cipta)
2)      Nilai estetika/ keindahan, bersumber pada rasa manusia.
3)      Nilai kebaikan/moral, bersumber pada kehendak keras, karsa hati, dan nurani manusia.

3.      Pengertian Moral
Moral berasal dari kata bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mores ini mempunyai sinonim mos, moris, manner mores atau manners, morals.
Dalam bahasa Indonesia, kata moral berarti akhlak (bahasa Arab) atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Kata moral ini dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang menjadi etika. Secara etimologis,etika adalah ajaran tentang baik buruk, yang diterima masyarakat umum tentang sikap, perbuatan, kewajiban, dan sebagainya.
Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila  yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Jadi moral adalah tata aturan norma-norma yang bersifat abstrak yang mengatur kehidupan manusia untuk melakukan perbuatan tertentu dan sebagai pengendali yang mengatur manusia untuk menjadi manusia yang baik.
Istilah moral dapt disamakan dengan istilah etika, etik, akhlak , kesusilaan, dan budi pekerti. Dalam hubungannya dengan nilai, moral adalah bagian dari nilai, yaitu nilai moral.  Tidak semua nilai adalah nilai moral. Nilai moral berkaitan dengan perilaku manusia tentang baik-buruk.
Dalam filsafat nilai secara sederhana dibedakaan menjadi 3 jenis:
a)      Nilai logika, nilai tentang benar dan salah.
b)      Nilai etika, nilai tentang baik-buruk.
c)      Nilai estetika, nilai tentang indah-jelek.

4.      Hukum
Disamping adat istiadat tadi, ada kaidah yang mengatur kehidupan manusia yaitu hukum, yang biasanya dibuat dengan sengaja dan mempunyai sanksi yang jelas. Hukum dibuat dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat agar terjadi keserasian diantara warga masyarakat dan sistem sosial yang dibangun oleh suatu masyarakat. Pada masyarakat modern hukum dibuat oleh lembaga- lembaga yang diberikan wewenang oleh rakyat.
Keseluruhan kaidah dalam masyarakat pada intinya adalah mengatur masyarakat agar mengikuti pola perilaku yang disepakati oleh sistem sosial dan budaya yang berlaku pada masyarakat tersebut. Pola-pola perilaku merupakan cara-cara masyarakat bertindak atau berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh semua anggota masyarakat tersebut. Setiap tindakan manusia dalam masyarakat selalu mengikuti pola-pola perilaku masyarakat. Pola perilaku berbeda dengan kebiasaan. Kebiasaan merupakan cara bertindak seseorang yang kemudian diakui dan mungkin diikuti oleh orang lain. Pola perilaku dan norma-norma yang dilakukan dan dilaksanakan pada khususnya apabila seseorang berhubungan dengan orang lain, dinamakan social organization.
Pada umumnya hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Selain itu, menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri, namun tiap perkara harus diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang sedang berlaku.
5.      Norma sebagai perwujudan dari nilai
Nilai penting bagi kehidupan manusia, sebab nilai bersifat normatif dan menjadi motivator tindakan manusia. Nilai perlu dikonkretisasikan atau diwujudkan ke dalam norma. Norma yang bersifat normatif dan berfungsi sebagai motivator tindakan manusia itu harus diimplementasikan dalam bentuk norma. Norma adalah perwujudan dari nilai.
Setiap norma pasti terkandung nilai didalamnya. Nilai sekaligus menjadi sumber bagi norma. Tanpa ada nilai tidak mungkin terwujud norma. Sebaliknya, tanpa dibuatkan morma maka nilai yang hendak dijalankan itu mustahil terwujud.
Contohnya ada norma berbunyi “Dilarang membuang sampah sembarangan”, norma tersebut berusaha mewujudkan nilai kebersihan, dengan mengikuti norma tersebut, diharapkan kebersihan sebagai nilai dapat terwujud dalam kehidupan.
Norma atau kaidah adalah ketentuan-ketentuan yang menjadi pedoman dan panduan dalam bertingkah laku di kehidupan masyarakat. Norma berisi anjuran untuk berbuat baik dan larangan untuk berbuat buruk dalam bertindak, sehingga kehidupan ini menjadi lebih baik. Norma adalah kaidah, ketentuan, aturan, kriteria atau syarat yang mengandung nilai tertentu yang harus dipatuhi oleh warga masyarakat dalam berbuat dan bertingkah laku sehingga terbentuk masyarakat yang tertib, teratur dan aman.
Di samping sebagai pedoman berbuat atau bertingkah laku, norma juga dipakai sebagai tolak ukur didalam mengevaluasi perbuatan seseorang. Norma selalu berpasangan dengan sanksi, yaitu suatu keadaan yang dikenakan kepada si pelanggar norma sebagai akibat atau tanggungjawab atas perbuatannya.
Norma yang berlaku dimasyarakat ada empat macam, yaitu:
a.       Norma agama, peraturan hidup manusia berisi perintah dan larangan yang berasal dari Tuhan.
b.      Norma moral/kesusilaan, yaitu peraturan atau kaidah hidup yang bersumber dari hati nurani  dan merupakan nilai-nilai moral yang mengikat manusia.
c.       Norma kesopanan, yaitu peraturan yang bersumber dari pergaulan hidup antar manusia.
d.      Norma hukum, yaitu peraturan yang diciptakan oleh kekuasaan resmi atau negara yang sifatnya mengikat dan memaksa.

6.      Hukum sebagai norma
Berdasarkan pada uraian sebelumnya, hukum pada dasarnya adalah bagian dari nor ma, yaitu norma hukum. Hukum sebagai norma berbeda dengan ketiga norma sebelumnya ( agama, kesusilaan, dan kesopanan). Perbedaan norma hukum dan norma lainnya adalah sebagai berikut:

1.      Norma hukum datangnya dari luar diri kita sendiri, yaitu dari kekuasaan/lembaga resmi yang berwenang.
2.      Norma hukum dilekati sanksi pidana atau pemaksa secara fisik.
3.      Sanksi pidana dilaksanakan oleh aparat negara.
Jadi, meskipun sudah ada norma agama, kesusilaan, dan kesopanan namun dalam kehidupan bernegara tetap dibutuhkan norma hukum, karena dua hal yaitu:
a.       Karena bentuk sanksi dari ketiga norma belum cukup memuaskan dan efektif untuk melindungi ketertiban dan keteraturan masyarakat.
b.      Masih ada perilaku lain yang perlu diatur diluar ketiga norma di atas, misalnya perilaku dijalan raya.
Norma hukum berasal dari norma agama, kesusilaan, dan kesopanan. Isi ketiga norma tersebut dapat diangkat sebagai norma hukum. Di samping itu, norma hukum dapat menciptakan sendiri isi norma tersebut. Conrohnya: norma hukum berlalu lintas yang memang tidak ada diketiga norma sebelumnya.

B.     KEADILAN, KETERTIBAN, DAN KESEJAHTERAAN

1.   Makna Keadilan
Keadilan berasal dari bahasa Arab adil yang berarti tengah. Keadilan berarti menempatkan sesuatu ditengah-tengah, tidak berat sebelah atau dengan kata lain keadilan berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya. Berikut beberapa pendapat mengenai makna keadilan:
a.       Menurut KBBI, keadilan berarti (sifat perbuatan, perilaku) yang adil. Keadilan berarti perilaku atau perbuatan yang dalam pelaksanaanya memberikan kepada pihak lain sesuatu yang semestinya harus diterima oleh pihak lain.
b.      Menurut W.J.S. Poerwodarminto, keadilan berarti tidak berat sebelah, sepatutnya, tidak sewenang-wenang. Jadi, dalam pengertian adil termasuk didalamnya tidak terdapat kesewenang-wenangan.
c.       Menurut Frans Magnis Suseno, dalam bukunya Etika Politik menyatakan keadilan sebagai suatu keadaan dimana semua orang dalam situasi yang sama diperlakukan secara sama.
Menurut Plato, membedakan keadilan dalam tiga macam :
  • Keadilan distributif adalah suatu keadilan yang memberikan kepada setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya atau pembagian menurut haknya masing-masing. Keadilan distributif berperan dalam hubungan antara masyarakat dengan perorangan.
  • Keadilan kumulatif adalah suatu keadilan yang diterima oleh masing-masing anggota tanpa mempedulikan jasa masing-masing. Keadilan ini didasarkan pada transaksi baik yang sukarela atau tidak. Keadilan ini terjadi pada lapangan hukum perdata, misalnya dalam perjanjian tukar-menukar.
  • Keadilan legal/moral adalah keadilan yang mengikuti penyesuaian atau pemberian tempat seseorang dalam masyarakat sesuai dengan kemampuannya, dan yang dianggap sesuai dengan kemampuan yang bersangkutan.
Sesuai pesan yang terkandung dalam UUD 1945 hendaknya menjadi pedoman dan semangat bagi para penyelenggara negara bahwa tugas utama pemerintah adalah menciptakan keadilan. Berdasarkan pada pancasila sila ke-2 “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab” yang dimaksud adalah perlakuan secara adil kepada warga negara tanpa pandang bulu. Hal ini tercermin dalam pasal 27 ayat (1) UUD 1945 bahwa segala warga negara bersamaan didalam kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Sila ke5 “ Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” mengandung makna dalam adil pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Pembangunan dan kakayaan alam tidak boleh dinikmati olah segelintir orang sebab hal itu akan menimbulkan parasaan iri, kesenjangan dan kemiskinan.

2. Fungsi dan Tujuan Hukum dalam Masyarakat
Ada empat fungsi hukum dalam masyarakat, yaitu sebagai berikut :
a.    Sebagai Alat Pengatur Tertib Hubungan Masyarakat.
Hukum sebagai norma merupakan petunjuk untuk kehidupan. Hukum menunjukkan mana yang baik dan mana yang buruk. Hukum juga member petunjuk apa yang harus diperbuat dan mana yang tidak boleh, sehingga segala sesuatunya dapat berjalan tertib dan teratur. Kesemuanya itu dapat dimungkinkan karena hokum mempunyai sifat mengatur tingkah laku manusia serta mempunyai ciri memerintah dan melarang. Begitu pula hukum mempunyai sifat memaksa agar hukum ditaati oleh anggota masyarakat.

b.   Sebagai sarana untuk Mewujudkan Keadilan Sosial.
- Hukum mempunyai cirri memerintah dan melarang
- Hukum mempunyai sifat memaksa.
- Hukum mempunyai daya yang mengikat secara psikis dan fisik.

Karena hukum mempunyai sifat, cirri, dan daya mengikat tersebut, maka hukum dapat member keadilan, yaitu menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar. Hukum dapat menghukum siapa yang salah, hukum dapat memaksa agar peraturan ditaati dan siapa yang melanggar diberi sanksi hukuman.
Contohnya, siapa yang berutang harus membayar adalah perwujudan dari keadilan.

c.    Sebagai Penggerak Pembangunan
Daya mengikat dan memaksa dari hukum dapat digunakan atau didayagunakan untuk menggerakkan pembangunan. Hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke arah yang lebih maju dan sejahtera.

d.   Fungsi Kritis Hukum
Dewasa ini, sering berkembang suatu pandangan bahwa hukum mempunyai fungsi kritis, yaitu daya kerja hukum tidak semata-mata melakukan pengawasan pada aparatur pengawasan (petugas) saja, tetapi aparatur penegak hukum termasuk didalamnya.
Hukum bertujuan menjamin kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus bersendikan pada rasa keadilan di masyarakat. Dalam literature ilmu hukum, dikenal ada dua teori tentang tujuan hukum, yaitu teori etis dan utilities. Teori etis mendasarkan pada etika, hukum bertujuan untuk semata-mata mencapai keadilan, memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Hukum tidak identik dengan keadilan. Peraturan hukum tidaklah selalu untuk mewujudkan keadilan. Contohnya, peraturan lalu lintas. Mengendarai mobil di sebelah kiri tidak bias dikatakan adil karena sesuai aturan. Sedangkan berjalan di sebelah kanan dikatakan tidak adil karena bertentangan dengan aturan. Jadi, teori ini tidak sepenuhnya benar.

Menurut teori utilities, hukum bertujuan untuk memberikan faedah bagi sebanyak-banyaknya orang dalam masyarakat. Pada hakikatnya, tujuan hukum adalah memberikan kebahagiaan atau kenikmatan besar bagi jumlah yang terbesar. Teori ini juga tidak selalu benar. Selanjutnya, muncul teori campuran. Menurut teori ini, tujuan pokok hukum adalah ketertiban. Kebutuhan akan ketertiban adalah syarat mutlak bagi masyarakat yang teratur. Di samping ketertiban, tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan yang isi dan ukurannya berbeda menurut masyarakat dan zamannya.

Agar tujuan kaidah hukum itu dapat terwujud dengan semestinya, atau sesuai dengan harapan seluruh anggota masyarakat/ Negara maka harus ada kepatuhan kepada kaidah hukum tersebut. Masyarakat perlu patuh dan menerima secara positif adanya kaidah hukum. Tidak dapat kita bayangkan bagaimana kehidupan manusia tanpa adanya kaidah hukum.

Faktor-faktor penyebab para anggota masyarakat mematuhi hukum (Prof. Dr. Soekanto, S.H.) adalah:
1.      Kepentingan-kepentingan para anggota masyarakat yang terlindungi oleh hukum.
2.      Complience atau pemenuhan kebutuhan. Orang akan patuh pada hukum karena didasarkan pada harapan akan suatu imbalan atau sebagai usaha untuk menghindarkan diri dari sanksi yang dijatuhkan manakala kaidah hukum itu dilanggar.
3.      Identifikasi. Pematuhan akan kaidah hukum itu bukan nilai yang sesungguhnya dari kaidah tersebut, melainkan karene keinginannya untuk memelihara hubungan yang sebaik-baiknya dengan para anggota mayarakat lainnya yang sekelompok atau segolongan dengan para pemimpin kelompok atau pejabat hukum.
4.      Internalisasi. Kepatuhan manusia karena kaidah-kaidah hukum sesuai dengan nilai-nilai yang menjadi pegangan sebagian besar para anggota masyarakat, yaitu penjiwaan dan kesadaran dalam diri mereka masing-masing.

C.    PROBLEMATIKA NILAI, MORAL, DAN HUKUM DALAM MASYARAKAT DAN NEGARA

1.      Pelanggaran Etik
         Kebutuhan  akan norma etik oleh manusia diwujudkan dengan membuat serangkaian norma etik untuk suatu kegiatan atau profesi. Kode etik merupakan bentuk aturan tertulis secara sistematik sengaja dibuat sesuai dengan prinsip-prinsip moral yang ada. Contohnya: kode etik guru, kode etik wartawan, kode etik insinyur dan sebagainya.
         Kode etik profesi berisi ketentuan-ketentuan normatif etik yang seharusnya dilakukan oleh anggota profesi. Kode etik profesi diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan disisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan keahlian. Tanpa etika profesi, apa yang semula dikenal sebagai sebuah  profesi yang terhormat akan segera jatuh dan ujungnya akan berakhir dengan tidak adanya respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional tersebut.
         Meskipun telah memiliki kode etik, masih ada seseorang yang melanggar kode etiknya sendiri. Misal seorang dokter melanggar kode etik dokter, pelanggaran etik tidak akan mendapat sanksi lahiriah akan tetapi biasanya mendapat sanksi etik seperti menyesal, rasa bersalah, malu. Dan akan mendapat sanksi etik dari lembaga profesi seperti teguran, dicabut keanggotaannya, atau tidak diperbolehkan lagi menjalani profesi tersebut.

2.      Pelanggaran Hukum
         Problema hukum yang berlaku dewasa ini adalah masih rendahnya kesadaran hukum masyarakat. Akibatnya, banyak terjadi pelanggaran hukum. Bahkan, pada hal-hal kecil yang sesungguhnya tidak perlu terjadi. Misalnya: secara sengaja tidak membawa SIM dengan alasan hanya untuk sementara waktu.
         Pelanggaran hukum dalam arti sempit berarti pelanggran  terhadap PP negara, karena hukum oleh negara dimuatkan dalam PP. Kasus tidak membawa SIM berarti melanggar UU No.14 tahun 1992 tentang lalu lintas. Kasus pelanggaran hukum banyak terjadi dalam masyarakat kita, mulai dari kasus kecil seperti pencurian, perjudian sampai kasus besar seperti korupsi dan pembunuhan.
         Problema hukum yang lain adalah hukum dijadikan sebagai alat kekuasaan. Hukum dibuat justru untuk melayani kekuasaan dalam negara, dengan alih-alih telah berdasarkan hukum, tetapi peraturan yang dibuat justru menyengsarakan rakyat, menciptakan ketidakadilan dan menumbuhsuburkan KKN. Oleh karena itu, Gustav Radbruch menyampaikan adanya tiga kaidah dalam memenuhi kaidah hukum yaitu: gerechtigheit (unsur keadilan), zecmaessigkeit (unsur kemanfaatan), dan sicherheit (unsur kepastian).







BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
a.       Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.
b.      Nilai (value) adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia.
c.       Moral adalah ajaran tentang baik buruk, yang diterima masyarakat umum tentang sikap, perbuatan, kewajiban, dan sebagainya.
d.      Keadilan berarti menempatkan sesuatu ditengah-tengah, tidak berat sebelah atau dengan kata lain keadilan berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya.
e.       Hukum dibuat dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat agar terjadi keserasian diantara warga masyarakat dan sistem sosial yang dibangun oleh suatu masyarakat.

B.     Saran
Sebagai manusia yang baik, seharusnya memanfaatkan setiap nilai yang bermanfaat bagi kita, dan bertindak sesuai dengan moral, bersifat adil demi terwujudnya kedamaian dan ketertiban serta menjunjung tinggi hukum yang telah ada dalam masyarakat.









DAFTAR PUSTAKA

Herimanto dan Winarno. 2008. Ilmu Sosia dan Budaya Dasar. Jakarta : Bumi Aksara.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar