Rabu, 20 Agustus 2014

MAKALAH PENGANTAR ILMU PENDIDIKAN “SUBYEK DAN OBYEK PENDIDIKAN”



MAKALAH
PENGANTAR ILMU PENDIDIKAN
“SUBYEK DAN OBYEK PENDIDIKAN”
Dosen Pengampu: Dr. Rahmat Djatun M.Pd



Disusun Oleh :
M Saiful Imam 12110174
Yulia Kurniawati 12110182
Khasanatul Lidayati 12110183
Venia Rahmayanti 12110186




JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN
DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
IKIP PGRI SEMARANG
2012



BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat, di mana is hidup. Pengembangan kemampuan sosial dan individual, sikap dan tingkah laku tidak akan dapat terwujud jika anda subjek dan obyek dalam pendidikan tersebut. Jadi, subyek dan obyek pendidikan merupakan inti dari pendidikan sebagai proses. Perlu dibedakan pengertian pendidikan arti luas atau arti umum yang terkait dengan tindakan mendidik dan pendidikan dalam arti yang khusus atau terbatas yang terkait dengan tindakan mengajar. Dengan demikian dalam kaitanya dengan subyek dan obyek pendidikan juga perlu dibedakan adanya subyek dan obyek pendidikan, dan subyek dan obyek pengajaran.
Pada dasarnya baik pendidikan maupun pengajaran merupakan proses atau pergaulan yang melibatkan dua variabel yaitu pendidik (pengajar, pembelajar) dan si terdidik (siswa, murid, si belajar, pebelajar). Antara dua variabel tersebut terjadi hubungan pengaruh dari orang dewasa terhadap anak muda atau dari pembelajar terhadap pebelajar, yang disebut kewibawaan. Dengan demikian dapat ditemukan dengan adanya subyek dan obyek pendidikan. Istimewanya dalam hal ini, si terdidik karena hakikatnya sebagai pribadi, bukan sekedar barang atau benda,walaupun menjadi sasaran dalam tindakan mendidik, tidak hanya dapat disebut sebagai obyek, melainkan juga subyek. Si terdidik adalah sasaran, pelengkap penderita atau obyek, tetapi juga sebagai subyek yang menentukan dirinya sendiri. Dengan demikian subyek pendidikan adalah pendidik sedang objek pendidikan adalah si terdidik sekaligus juga sebagai subyek pendidikan.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa judul ini akan mencakupi pembicaraan tentang pendidik dan si terdidik, dalam kaitannya dengan pendidikan arti umum dan arti khusus, dengan karakter dan sifat-sifat dan tanggungjawab masing-masing serta hubungannya yang terkait otoritas/kewibawaan dan penerimaan/ketaatan sehingga  terjadilah proses pendidikan.


B.     Rumusan Masalah
1.      Siapakah subyek pendidikan dan lembaga pendidikan itu?
2.      Bagaimanakah karakteristik, tanggungjawab, dan  kewibawaan, serta peranan  pendidik?
3.      Siapakah objek pendidikan dan bagaimana posisi obyek pendidikan itu?
4.      Bagaimanakah karakteristik, tanggungjawab, dan peranan anak didik?

C.    Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui  siapakah subyek pendidikan dan lembaga pendidikan.
2.      Untuk mengidentifikasi karakteristik, tanggungjawab, dan kewibaan serta  peranan pendidik.
3.      Untuk mengetahui siapa obyek pendidikan dan posisi obyek pendidikan.
4.      Untuk mengidentifikasi karakteristik, tanggungjawab, dan peranan anak didik.







BAB II
PEMBAHASAN
A.    Subyek pendidikan dan lembaga pendidikan
1.      Subyek pendidikan
Subyek pendidikan adalah pendidik (pengajar, pembelajar). Dalam pendidikan arti umum, yang disebut pendidik adalah orang dewasa yang susila atau manusia yang telah menjadi pribadi seutuhnya atau manusia yang telah berbudaya. Hal ini sejalan dengan definisi pendidikan yang mengatakan bahwa pendidikan adalah proses pendewasaan anak muda yang belum dewasa (Langeveld), atau definisi pendidikan oleh Drijarkara, yaitu memanusiakan manusia (homininasi) lewat pembudayaan (humanisasi). Hanya manusia dewasa yang susila, pribadi yang utuh dan berbudaya yang mampu melakukan tindakan mendidik, sebagai subyek pendidikan. Orang yang belum dewasa, tidak susila, bukan pribadi yang utuh dan berbudaya tidak mungkin menjadi pendidik. Mendidik adalah memberikan apa yang dimiliki, mentransfer (transmisi dan transformasi) nilai-nilai,yaitu nilai kedewasaan, kesusilaan, kepribadian atau kemanusiaan, dan kebudayaan. Hanya orang yang memiliki nilai-nilai sebagai tindakan mendidik. Siapakah pendidik itu? Ia adalah orang tua!
                  Orang tua adalah pendidik pertama dan utama. Orang tua memperoleh otoritas mendidik langsung dari Allah sendiri, sebagai hak dasar atau hak asasi manusia. Hal ini sebagai konsekuensi dari anak yang mereka lahirkan. Anak adalah anugerah Allah, ciptaan Allah lewat orang tua, yang dipercayakan Allah kepada orangtua. Maka orang tua wajib mendidik anak sebagai wujud kebaktian/ibadah kepada Allah, sebagai wujud dari iman. Karena orang tua tidak mungkin melakukuan pendidikan seutuhnya kepada anak demi memenuhi kebutuhan hidupnya secara wajar sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman (IPTEKS), maka orang tua menyerahkan sebagian otoritas mendidik anaknya kepada pihak lain, yaitu masyarakat, bangsa atau negara. Sesuai dengan kodratnya, peran orang tua dalam pendidikan tak tergantikan.
                  Dalam pendidikan arti khusus atau terbatas, yaitu pendidikan yang terjadi di sekolah seperti pembelajaran atau pengajaran, pendidik adalah orang dewasa yang memiliki pengetahuan dan pembelajaran yang di sebut dengan guru. Dalam hal ini guru bertugas untuk mengambil alih tugas mendidik orang tua, atau membantu orang tua melakukan tindakan mendidik secara praktis, yaitu mengajar, memberi intruksi, nasihat, melatih motivasi sehingga anak menjadi terpelajar.
2.      Lembaga Pendidikan
Pendidik melakukan tindakan mendidik dalam satu wadah atau organisasi atau lembaga (institusi). Lembaga yang menyelenggarakan karya dalam bidang pendidikan itulah yang disebut pendidik.
Orang tua sebagai lembaga pendidikan pertama dalam keluarga. Jadi keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama, dan dalam keluarga tersebut maka terjadiklah suatu ajaran atau didikan yang di sebut pendidikan informal.
Karena keterbatasannya, orang tua sebagai pendidik pertama dan utama pada anaknya, minta bantuan masyarakat untuk mengambil alih sebagian hak mendidik orang tua. Dengan pendidikan nonformal atau pendidikan luar sekolah. Pendidikan nonformal dilakukan oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti lembaga keagamaan, lembaga sosialisasi, organisasi politik, kursus-kursus dan sebagainya. Khusus pendidikan yang dilakukan di sekolah-sekolah disebut pendidikan formal.
Pendidikan formal berarti resmi, terorganisasi, waktu terbatas, ada evaluasi. Pendidikan nonformal berarti organisasi, waktu, evaluasi tidak begitu ketat. Dan pendidikan informal  hampir tidak menggunakan hal-hal tersebut.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan adanya tiga pusat (tripusat) pendidikan yaitu: keluarga, masyarakat dan sekolah. Tripusat sebagai: keluarga, negara, dan gereja (Langeveld). Sedang tripusat sebagai: alam keluarga, alam perguruan, dan alam pemuda (Ki Hajar Dewantara).

B. Karakteristik, tanggungjawab, dan kewibawaan serta peranan pendidik.
1.      Karakteristik Pendidik
Karakteristik, ciri-ciri atau sifat pendidik baik pendidik dalam pendidikan umum maupun dalam pengajaran adalah dewasa, susila, mandiri, terdidik, kompeten, kekuatan berfikir matematis dan ilmiah, tanggungjawab dan lain sebagainya. Sebagai pengemban misi besar pencerahan dan pedewasaan pendidik harus mampu melaksanaka proses penyadaran dan pemerdekaan. Seperti dikatakan pedagog Paulo Freire dan Mangunwijaya, pendidikan dapat menjadi suatu proses penyadaran dan pemerdekaan hanya bila pendidik tersebut telah mengalami penyadaran dan pemerdekaan itu lebih awal.
Secara lebih rinci, 4 kompetensi pendidik menurut UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah berikut ini:
a.       kompetensi pedagogik, adalah kemampuan untuk mendidik. Jadi pendidik harus menguasai cara-cara mendidik, teori mendidik, strategi mendidik, misalnya bagaimana menanamkan nilai-nilai sesuai dengan tingkat usia dan tingkat kemampuan atau tingkat perkembangan anak didIk, sesuai bakat minat peserta didik.
b.      Kompetensi kepribadian atau kompetensi individu, adalah kematangan diri sebagai pribadi yang stabil, memahami/menyadari dirinya, mencintai/menghargai dirinya secara wajar.
c.       Kompetensi sosial, sebagai pribadi yang dewasa, susila dan sosial yang mampu memahami situasi dan kondisi masyarakatnya, mampu bekerjasama dengan pihak lain. Misal dengan atasan, dengan sesama, orang tua anak didik, dan bawahan.
d.      Kompetensi profesional, atau kompetensi akademik, adalah kemampuan untuk menguasai materi atau kajiannya serta mampu mengajarkannya. Untuk dapat mengajar dengan baik, perlu menguasai ilmu cara mengajar (metodik), yaitu bagaimana mengajarkan materi dengan menarik, mudah dipahami, dan menyenangkan anak didik untuk belajar.
2.      Tanggung Jawab Pendidik
Tanggung jawab pendidik termasuk dalam kompetensi kepribadian pendidik. Pendidik yang bertanggungjawab adalah pendidik yang menyadari tugasnya dan mau melaksanakan tugas itu dengan sebaik-baiknya demi tercapainya tujuan pendidikan, tidak mencari alasan untuk menghindari tugasnya.
Sifat-sifat pendidik yang bertanggung jawab sebagai berikut:
a.       menerima dan mematuhi norma dan nilai-nilai kemanusiaan;
b.      mau memikul tugas mendidik secara bebas, berani, gembira, tanpa beban;
c.       sadar akan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatannya serta akibat-akibat yang timbul;
d.      menghargai anak didik, dan orang lain yang terkait dengan tugas-tugas mendidik;
e.       bijaksana dan hati-hati, tidak sembrono, asal-asalan, berpikir dangkal;
f.       taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
3.      Kewibawaan Pendidik
Orang yang berwibawa adalah orang yang “kata-katanya” dipercaya, diikuti, ditaati, dihormati dan dihargai. Kewibawaan terwujud sebagai penerimaan, pengakuan, kepercayaan, dan ketundukan atau ketaatan. Pendidikan hanya bisa berlangsung bila anak didik menerima/mengakui kewibawaan pendidik. Tanpa penerimaan/pengakauan oleh anak didik, pendidik tidak memiliki kewibawaan. Pendidik harus mampu membentuk/mewujudkan kewibawaan terhadap anak didik. Kewibawaan itu harus terbentuk/terwujud karena penerimaan, pengakuan, kepercayaan, kepatuhan anak didik secara bebas dan sukarela tanpa paksaan siapapun.
Kewibawaan pendidik sangat diperlukan dalam proses pendidikan tanpa kewibawaan tidak ada pendidikan dalam arti yang sebenarnya, karena pendidikan memerlukan partisipasi yang aktif dari anak didik. Tanpa partisipasi aktif dari anak didik tidak terjadi pendidikan dalam arti yang sebenarnya. Partisipasi anak didik merupakan kepentingan praktis dan logis. Disebut kepentingan praktis karena pendidik hanya dapat berlangsung dengan perhatian anak didik. Disebut kepentingan logis karena tidak ada anak didik yang dapat ditumbuh kembangkan tanpa peran serta anak didik itu sendiri dalam proses pendidikan.
          Dari paparan tentang kewibawaan dapat disimpulkan bahwa pendidikan hanya dapat terlaksana dengan adanya kewibawaan pendidik, kewibawaan dapat menimbulkan otoritas pada pendidik dan ketaatan dari anak didik.
4.      Peranan Pendidik
Dalam proses pendidikan, pendidik memiliki peran penting tetapi tidak menentukan. Pendidikan berperan penting karena tanpa pendidik anak didik tidak mungkin tumbuh dan berkembang wajar. Contoh seorang anak yang hidup di hutan dan dia diasuh oleh serigala, ternyata tidak mampu hidup seperti manusia normal, bayi manusia itu bertingkah laku seperti serigala. Peran pendidik hanyalah membantu anak didik untuk mengaktualisasikan potensinya sesuai bakat dan minat. Pendidik, termasuk orangtua, harus dapat menerima anak sebagaimana adanya baik pintar, jelek, biasa-biasa saja atau lemah intelektualnya.
Peran orang tua sebagai pendidik pertama dan utama adalah menerima anak, mencintai, mendorong, dan membantu anak aktif dalam kehidupan bersama, agar anak memiliki nilai hidup jasmani, nilai etika dan estetika, nilai kebenaran dan kejujuran, nilai moral dan etika, nilai religius dan keagamaan, serta mampu bertindak sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Semua pendidik di luar orangtua seperti guru, konselor, pemimpin agama dan sebagainya berperan membantu orang tua, melaksanakan sebagian tugas mendidik orang  tua, memperoleh otoritasnya dari orang tua, maka tidak akan mengambil alih peran orangtua dalam mendidik anaknya. Tanggungjawab akhir ada di tangan orangtua. Pendidik di luar orangtua hanya menangani sebagian atau aspek ilmu pendidikan.
C.  Obyek pendidikan  dan posisi  obyek pendidikan
1.    Obyek pendidikan
            Obyek pendidikan adalah anak didik (siswa, murid). Anak didik adalah mereka yang sedang mengalami proses dididik. Meraka adalah manusia muda yang belum dewasa, dalam proses menuju kedewasaan, manusia yang dalam proses memanusiakan dirinya menjadi manusia seutuhnya, manusia yang sedang dalam proses pembudayaan atau membudayakan dirinya menuju manusia yang beradad. Menurut Drost  mereka itulah manusia yang perlu dibentuk:  kanak-kanak , anak,  remaja, pemuda, usia antara 0 sampai 20 tahun. Ia menegaskan bahwa kalau sesudah usia 20 tahun masih harus di didik artinya pendidikan gagal. Dalam arti umum, anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Dalam arti sempit, anak didik adalah anak (pribadi yang belum dewasa) yang diserahkan kepada tanggungjawab pendidik.
2.    Anak didik sebagai objek sekaligus subjek
            Dilihat dari posisinya sebagai manusia yang dididik , anak didik adalah objek pendidikan karena ia menjadi sasaran, arah dari tindakan pendidik. Walaupun demikian, anak didik bukanlah benda mati yang pasif, yang dapat dimanipulasi oleh pendidik sesuai keinginan pendidik, melainkan dia adalah pribadi, orang yang memiliki potensi diri untuk tumbuh dan berkembang, bersifat aktif, mampu memilih dan menentukan sendiri secara bebas. Pengaruh anak didik atas seorang murid diberikan oleh dirinya sendiri bersama orang tua, para teman sebaya, guru, tetangga, artis di televisi, penyiar radio dan sebagainya. Dengan demikian, anak didik juga sebagai subjek, yang menentukan dirinya sendiri dan menjadi pokok, fokus dalam proses pendidikan.


D. Karakteristik, tanggungjawab, dan peranan anak didik
1.    Karakteritik anak didik
            Karakteristik, ciri-ciri, atau sifat-sifat karakteristik anak didik dapat ditelusuri dengan membalikkan karakteristik dari pendidik. Karakteristik anak didik  adalah ia memang belum dewasa, tetapi sedang tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. Ia belum susila, tetapi sedang tumbuh dan berkembang sebagai makhluk susila. Ia belum sebagai manusia yang utuh, tetapi sedang tumbuh dan berkembang menjadi manusia seutuhnya. Ia belum berjatidiri, berintegritas, bermartabat, tetapi ia sedang tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berjatidiri, berintegritas dan bermartabat. Ia belum  bertanggungjawab, berbudaya, mandiri, tetapi ia sedang tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang bertanggungjawab, berbudaya, mandiri. Dengan kata lain, secara filsafati, anak didik dalam kondisi potensial menuju aktual. Secara psikologis dapat dikatakan bahwa anak didik dalam proses melaksanakan tugas  perkembangan mengaktualisasikan potensi-potensinya.
2.    Tanggungjawab anak didik
            Dalam mengaktualisasikan potensi dirinya anak didik memerlukan bantuan pendidik. Tanpa itu semua tidak akan mungkin berjalan baik dan wajar. Itulah yang disebut dengan sifat ketergantungan anak didik kepada pendidik. Karena masih bersifat ketergantungan, maka anak didik juga belum mampu bertanggungjawab sendiri, memilih dan mengambil keputusan sendiri secara bebas, maka menyerahkan tanggungjawab dan kebebasanya tersebut sementara kepada pendidik.
            Ketergantungan dan kebebasan serta tanggungjawab yang diserahkan kepada pendidik itu akan ditarik kembali secara berangsur-angsur seirama dengan pertumbuhan dan perkembangan anak didik. Makin dewasa ketergantungannya makin berkurang dan tanggungjawabnya makin besar. Dan pada saatnya anak didik akan melepas ketergantungannya dan bertanggungjawab sepenuhnya pada dirinya sendiri. Itulah yang disebut sebagai manusia terdidik.
3.    Peranan anak didik
            Peran anak didik ditentukan oleh lingkungan kehidupan dimana proses pendidikan berlangsung. Lingkungan pendidikan adalah keluarga (pendidikan informal), masyarakat (pendidikan nonformal, pendidikan luar sekolah), dan sekolah (pengajan formal). Peran anak didik juga ditentukan oleh bentuk atau upaya pendidikannya yaitu besar dan proporsi peran serta tergantung pendekatan atau asumsi terhadap pendidikan.
            Dalam keluarga, terlaksana lebih dalam bentuk serta upaya pembiasaan dan peneladanan karena didalam pendidikan keluarga, anak didik berperan sebagai orang yang berlatih untuk membiasakan diri dengan norma-norma dan meniru atau meneladani tindakan-tindakan orang yang lebih tua. Orang tua menginternalisasikan nilai-nilai seperti membiasakan anak berlaku sopan, bersikap sosial, hormat pada yang lebih tua dan sebagainya.
           Dalam masyarakat anak didik berperan sebagai anggota masyarakat. Dalam masyarakat ada berbagai lembaga, seperti lembaga agama, sosial, politik, dan sebagainya. Serta setiap anggota memiliki norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap anggotanya. Dalam kaitannya dengan pendidikan  lembaga-lembaga di masyarakat lebih menitikberatkan upayanya pada peneladanan dan pembelajaran. Peran anak didik dalam lembaga masyarakat tersebut lebih sebagai pengambil teladan walau juga terjadi peran meniru dan belajar. Sebagai konsekuensinya, masyarakat lebih dituntut untuk memberi teladan dalam kaitannya dengan upaya pendidikan.
            Di sekolah, anak didik lebih dominan dalam kegiatan belajar. Mengajar dan pengajaran di sekolah telah dikembangkan menjadi pembelajaran, oleh karena itu peran anak didik adalah belajar. Serta diupayakan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif,  inovatif dan menyenangkan.
            Proporsi peran pendidik tergantung dari dua pendekatan; pertama, pendekatan mekanistik: yang berasumsi bahwa anak adalah seperti botol kosong yang harus diisi dengan materi intelektual sehingga anak didik akan dibatasi hingga bersifat pasif dalam mendengarkan guru, menerima informasi, dan dalam meniru contoh dari guru. Kedua, pendekatan organik: berasumsi bahwa anak didik sedang berkembang, mencari temuan-temuan sehingga anak didik akan lebih besar dalam proses pendidikan.
            Dalam analogi metafora hortikultural, mengamsusikan bahwa anak tumbuh atau berkembang menjadi dewasa seperti tanaman. Peran pendidik seperti tukang tanaman. Tukang tanaman hanya dapat memperhatikan proses pertumbuhan tanaman, dapat mempercepat tetapi tidak dapat terlibat didalamnya, tanaman harus tumbuh dalam dirinya sendiri. Seperti pendidik mungkin bisa mempercepat anak didik dan mengarahkannya tetapi tidak dapat mengajar anak didik tumbuh dan berkembang, yang dapat dilakukan hanyalah membantu anak belajar.
            Namun, teori tersebut tidak sepenuhnya benar bila dianalogikan dengan pendidikan. Dalam hal ini pendidik hanya mengawasi, menjaga, dan mengelola lingkungan. Tetapi tujuan akhir pendidikan bukan hanya manusia yang tumbuh subur, melainkan seorang yang terdidik, terpelajar dan terlatih. Dan bukan sekedar mengelola lingkungan melainkan harus mengetahui pembentukan pemikiran anak didik, sesuai dengan kemampuan anak didik. Serta dalam pendidikan harus melibatkan peran serta anak didik dan pendidik dan terdapat komitmen antara keduanya.
            Dari paparan diatas dapat disimpulkan tentang perlunya pendidikan holistik. Pendidikan holistik antara lain mengaplikasiakan prinsip saling keterkaitan. Beberapa konsep penting, antara lain: pertama, konsep interdepensi adalah saling ketergantungan. Antara pendidik dan anak didik ada saling ketergantungan karena tanpa unsur yang lain tidak akan dapat berkembang dengan baik dan wajar. Kedua, konsep interrelasi adalah saling terkait, saling hubungan, atau terjadi interaksi antar unsur pendidikan. Terjadi interaksi antara pendidik dan anak didik juga sebaliknya bahkan interaksi sebagai manusia. Dan ketiga, konsep partisipasi adalah keterlibatan, peran serta, atau ikut ambil bagian dalam  proses pendidikan. Dalam hal pendidikan anak didik dapat berkembang bila berperan aktif dalam proses pendidikan. Pendidik mendidik anak didik dengan berperan dalam proses pendidikan, yaitu memiliki otoritas yang diakui, diterima, dipercaya, ditaati oleh anak didik sehingga menimbulkan kewibawaan. (Suparno, 2004:03).















BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
1.      Subyek pendidikan adalah pendidik.
2.      Keluarga sebagai  lembaga pertama dalam pendidikan.
3.      Karakteristik pendidik adalah dewasa, susila, mandiri, kekuatan berpikir matematis dan ilmiah, terdidik, kompeten dan lain sebagainya.
4.      Tanggungjawab pendidik adalah menerima dan mematuhi norma, menghargai anak didik, bijaksana dan lain sebagainya.
5.      Kewibawaan pendidik adalah dapat menimbulkan otoritas pada pendidik dan ketaatan bagi anak didik.
6.      Peranan pendidik adalah membantu anak didik untuk mengaktualisasikan potensi anak didik sesuai bakat dan minat.
7.      Obyek pendidikan adalah anak didik.
8.      Posisi anak didik adalah selain menjadi obyek juga menjadi subyek.
9.      Karakteristik anak didik adalah belum dewasa, belum susila, belum berjati diri dan sebagainya (kebalikan dari karakteristik pendidik).
10.  Tanggungjawab anak didik itu masih bergantung sementara dengan pendidik.
11.  Peranan anak didik itu terjadi pada linkungan keluarga, masyarakat dan sekolah.

B.     Saran
1.      Sebagai pendidik yang profesionl harus mampu memberikan, mentransfer ilmu-ilmu yang dimiliki kepada anak didiknya.
2.      Sebagai anak didik yang baik harus selalu menjalankan tugas utama kita yaitu belajar.
3.      Untuk menghasilkan kualitas anak didik yang unggul, pendidik harus senantiasa memberikan pengajaran yang berkompeten.



Daftar Pustaka

Sudharso. dkk. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang : FIP IKIP PGRI SEMARANG. Halaman 81-99.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar