MAKALAH
PENGANTAR ILMU PENDIDIKAN
“SUBYEK DAN OBYEK PENDIDIKAN”
Dosen
Pengampu: Dr. Rahmat Djatun M.Pd

Disusun
Oleh :
M
Saiful Imam 12110174
Yulia
Kurniawati 12110182
Khasanatul
Lidayati 12110183
Venia
Rahmayanti 12110186
JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN
DAN
BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
IKIP
PGRI SEMARANG
2012
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pendidikan
adalah proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk
tingkah laku lainnya di dalam masyarakat, di mana is hidup. Pengembangan
kemampuan sosial dan individual, sikap dan tingkah laku tidak akan dapat
terwujud jika anda subjek dan obyek dalam pendidikan tersebut. Jadi, subyek dan
obyek pendidikan merupakan inti dari pendidikan sebagai proses. Perlu dibedakan
pengertian pendidikan arti luas atau arti umum yang terkait dengan tindakan
mendidik dan pendidikan dalam arti yang khusus atau terbatas yang terkait
dengan tindakan mengajar. Dengan demikian dalam kaitanya dengan subyek dan
obyek pendidikan juga perlu dibedakan adanya subyek dan obyek pendidikan, dan
subyek dan obyek pengajaran.
Pada
dasarnya baik pendidikan maupun pengajaran merupakan proses atau pergaulan yang
melibatkan dua variabel yaitu pendidik (pengajar, pembelajar) dan si terdidik
(siswa, murid, si belajar, pebelajar). Antara dua variabel tersebut terjadi
hubungan pengaruh dari orang dewasa terhadap anak muda atau dari pembelajar
terhadap pebelajar, yang disebut kewibawaan. Dengan demikian dapat ditemukan
dengan adanya subyek dan obyek pendidikan. Istimewanya dalam hal ini, si
terdidik karena hakikatnya sebagai pribadi, bukan sekedar barang atau
benda,walaupun menjadi sasaran dalam tindakan mendidik, tidak hanya dapat
disebut sebagai obyek, melainkan juga subyek. Si terdidik adalah sasaran,
pelengkap penderita atau obyek, tetapi juga sebagai subyek yang menentukan
dirinya sendiri. Dengan demikian subyek pendidikan adalah pendidik sedang objek
pendidikan adalah si terdidik sekaligus juga sebagai subyek pendidikan.
Dari paparan
diatas dapat disimpulkan bahwa judul ini akan mencakupi pembicaraan tentang
pendidik dan si terdidik, dalam kaitannya dengan pendidikan arti umum dan arti
khusus, dengan karakter dan sifat-sifat dan tanggungjawab masing-masing serta hubungannya
yang terkait otoritas/kewibawaan dan penerimaan/ketaatan sehingga terjadilah proses pendidikan.
B.
Rumusan
Masalah
1. Siapakah
subyek pendidikan dan lembaga pendidikan itu?
2. Bagaimanakah
karakteristik, tanggungjawab, dan
kewibawaan, serta peranan pendidik?
3. Siapakah
objek pendidikan dan bagaimana posisi obyek pendidikan itu?
4. Bagaimanakah
karakteristik, tanggungjawab, dan peranan anak didik?
C.
Tujuan
Masalah
1. Untuk
mengetahui siapakah subyek pendidikan
dan lembaga pendidikan.
2. Untuk
mengidentifikasi karakteristik, tanggungjawab, dan kewibaan serta peranan pendidik.
3. Untuk
mengetahui siapa obyek pendidikan dan posisi obyek pendidikan.
4. Untuk
mengidentifikasi karakteristik, tanggungjawab, dan peranan anak didik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Subyek
pendidikan dan lembaga pendidikan
1. Subyek
pendidikan
Subyek pendidikan adalah pendidik
(pengajar, pembelajar). Dalam pendidikan arti umum, yang disebut pendidik
adalah orang dewasa yang susila atau manusia yang telah menjadi pribadi
seutuhnya atau manusia yang telah berbudaya. Hal ini sejalan dengan definisi
pendidikan yang mengatakan bahwa pendidikan adalah proses pendewasaan anak muda
yang belum dewasa (Langeveld), atau definisi pendidikan oleh Drijarkara, yaitu
memanusiakan manusia (homininasi) lewat pembudayaan (humanisasi). Hanya manusia
dewasa yang susila, pribadi yang utuh dan berbudaya yang mampu melakukan
tindakan mendidik, sebagai subyek pendidikan. Orang yang belum dewasa, tidak
susila, bukan pribadi yang utuh dan berbudaya tidak mungkin menjadi pendidik.
Mendidik adalah memberikan apa yang dimiliki, mentransfer (transmisi dan
transformasi) nilai-nilai,yaitu nilai kedewasaan, kesusilaan, kepribadian atau
kemanusiaan, dan kebudayaan. Hanya orang yang memiliki nilai-nilai sebagai
tindakan mendidik. Siapakah pendidik itu? Ia adalah orang tua!
Orang
tua adalah pendidik pertama dan utama. Orang tua memperoleh otoritas mendidik
langsung dari Allah sendiri, sebagai hak dasar atau hak asasi manusia. Hal ini
sebagai konsekuensi dari anak yang mereka lahirkan. Anak adalah anugerah Allah,
ciptaan Allah lewat orang tua, yang dipercayakan Allah kepada orangtua. Maka
orang tua wajib mendidik anak sebagai wujud kebaktian/ibadah kepada Allah,
sebagai wujud dari iman. Karena orang tua tidak mungkin melakukuan pendidikan
seutuhnya kepada anak demi memenuhi kebutuhan hidupnya secara wajar sesuai
dengan tuntutan perkembangan jaman (IPTEKS), maka orang tua menyerahkan
sebagian otoritas mendidik anaknya kepada pihak lain, yaitu masyarakat, bangsa
atau negara. Sesuai dengan kodratnya, peran orang tua dalam pendidikan tak
tergantikan.
Dalam
pendidikan arti khusus atau terbatas, yaitu pendidikan yang terjadi di sekolah
seperti pembelajaran atau pengajaran, pendidik adalah orang dewasa yang memiliki
pengetahuan dan pembelajaran yang di sebut dengan guru. Dalam hal ini guru
bertugas untuk mengambil alih tugas mendidik orang tua, atau membantu orang tua
melakukan tindakan mendidik secara praktis, yaitu mengajar, memberi intruksi,
nasihat, melatih motivasi sehingga anak menjadi terpelajar.
2. Lembaga
Pendidikan
Pendidik melakukan tindakan mendidik
dalam satu wadah atau organisasi atau lembaga (institusi). Lembaga yang
menyelenggarakan karya dalam bidang pendidikan itulah yang disebut pendidik.
Orang tua sebagai lembaga pendidikan
pertama dalam keluarga. Jadi keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama
dan utama, dan dalam keluarga tersebut maka terjadiklah suatu ajaran atau
didikan yang di sebut pendidikan informal.
Karena keterbatasannya, orang tua
sebagai pendidik pertama dan utama pada anaknya, minta bantuan masyarakat untuk
mengambil alih sebagian hak mendidik orang tua. Dengan pendidikan nonformal
atau pendidikan luar sekolah. Pendidikan nonformal dilakukan oleh
lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti lembaga keagamaan, lembaga sosialisasi,
organisasi politik, kursus-kursus dan sebagainya. Khusus pendidikan yang
dilakukan di sekolah-sekolah disebut pendidikan formal.
Pendidikan formal berarti resmi,
terorganisasi, waktu terbatas, ada evaluasi. Pendidikan nonformal berarti
organisasi, waktu, evaluasi tidak begitu ketat. Dan pendidikan informal hampir tidak menggunakan hal-hal tersebut.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan
adanya tiga pusat (tripusat) pendidikan yaitu: keluarga, masyarakat dan sekolah.
Tripusat sebagai: keluarga, negara, dan gereja (Langeveld). Sedang tripusat
sebagai: alam keluarga, alam perguruan, dan alam pemuda (Ki Hajar Dewantara).
B.
Karakteristik, tanggungjawab, dan kewibawaan serta peranan pendidik.
1. Karakteristik
Pendidik
Karakteristik, ciri-ciri atau sifat
pendidik baik pendidik dalam pendidikan umum maupun dalam pengajaran adalah
dewasa, susila, mandiri, terdidik, kompeten, kekuatan berfikir matematis dan
ilmiah, tanggungjawab dan lain sebagainya. Sebagai pengemban misi besar
pencerahan dan pedewasaan pendidik harus mampu melaksanaka proses penyadaran
dan pemerdekaan. Seperti dikatakan pedagog Paulo Freire dan Mangunwijaya,
pendidikan dapat menjadi suatu proses penyadaran dan pemerdekaan hanya bila
pendidik tersebut telah mengalami penyadaran dan pemerdekaan itu lebih awal.
Secara
lebih rinci, 4 kompetensi pendidik menurut UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen adalah berikut ini:
a. kompetensi
pedagogik, adalah kemampuan untuk mendidik. Jadi pendidik harus menguasai
cara-cara mendidik, teori mendidik, strategi mendidik, misalnya bagaimana
menanamkan nilai-nilai sesuai dengan tingkat usia dan tingkat kemampuan atau
tingkat perkembangan anak didIk, sesuai bakat minat peserta didik.
b. Kompetensi
kepribadian atau kompetensi individu, adalah kematangan diri sebagai pribadi
yang stabil, memahami/menyadari dirinya, mencintai/menghargai dirinya secara
wajar.
c. Kompetensi
sosial, sebagai pribadi yang dewasa, susila dan sosial yang mampu memahami
situasi dan kondisi masyarakatnya, mampu bekerjasama dengan pihak lain. Misal
dengan atasan, dengan sesama, orang tua anak didik, dan bawahan.
d. Kompetensi
profesional, atau kompetensi akademik, adalah kemampuan untuk menguasai materi
atau kajiannya serta mampu mengajarkannya. Untuk dapat mengajar dengan baik, perlu
menguasai ilmu cara mengajar (metodik), yaitu bagaimana mengajarkan materi
dengan menarik, mudah dipahami, dan menyenangkan anak didik untuk belajar.
2. Tanggung
Jawab Pendidik
Tanggung jawab pendidik termasuk dalam
kompetensi kepribadian pendidik. Pendidik yang bertanggungjawab adalah pendidik
yang menyadari tugasnya dan mau melaksanakan tugas itu dengan sebaik-baiknya
demi tercapainya tujuan pendidikan, tidak mencari alasan untuk menghindari
tugasnya.
Sifat-sifat pendidik yang bertanggung
jawab sebagai berikut:
a. menerima
dan mematuhi norma dan nilai-nilai kemanusiaan;
b. mau
memikul tugas mendidik secara bebas, berani, gembira, tanpa beban;
c. sadar
akan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatannya serta akibat-akibat yang
timbul;
d. menghargai
anak didik, dan orang lain yang terkait dengan tugas-tugas mendidik;
e. bijaksana
dan hati-hati, tidak sembrono, asal-asalan, berpikir dangkal;
f. taqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa;
3. Kewibawaan
Pendidik
Orang yang berwibawa adalah orang yang “kata-katanya”
dipercaya, diikuti, ditaati, dihormati dan dihargai. Kewibawaan terwujud
sebagai penerimaan, pengakuan, kepercayaan, dan ketundukan atau ketaatan.
Pendidikan hanya bisa berlangsung bila anak didik menerima/mengakui kewibawaan
pendidik. Tanpa penerimaan/pengakauan oleh anak didik, pendidik tidak memiliki
kewibawaan. Pendidik harus mampu membentuk/mewujudkan kewibawaan terhadap anak
didik. Kewibawaan itu harus terbentuk/terwujud karena penerimaan, pengakuan,
kepercayaan, kepatuhan anak didik secara bebas dan sukarela tanpa paksaan
siapapun.
Kewibawaan pendidik sangat diperlukan
dalam proses pendidikan tanpa kewibawaan tidak ada pendidikan dalam arti yang
sebenarnya, karena pendidikan memerlukan partisipasi yang aktif dari anak
didik. Tanpa partisipasi aktif dari anak didik tidak terjadi pendidikan dalam
arti yang sebenarnya. Partisipasi anak didik merupakan kepentingan praktis dan
logis. Disebut kepentingan praktis karena pendidik hanya dapat berlangsung
dengan perhatian anak didik. Disebut kepentingan logis karena tidak ada anak
didik yang dapat ditumbuh kembangkan tanpa peran serta anak didik itu sendiri
dalam proses pendidikan.
Dari
paparan tentang kewibawaan dapat disimpulkan bahwa pendidikan hanya dapat
terlaksana dengan adanya kewibawaan pendidik, kewibawaan dapat menimbulkan
otoritas pada pendidik dan ketaatan dari anak didik.
4. Peranan
Pendidik
Dalam proses pendidikan, pendidik
memiliki peran penting tetapi tidak menentukan. Pendidikan berperan penting
karena tanpa pendidik anak didik tidak mungkin tumbuh dan berkembang wajar.
Contoh seorang anak yang hidup di hutan dan dia diasuh oleh serigala, ternyata
tidak mampu hidup seperti manusia normal, bayi manusia itu bertingkah laku seperti
serigala. Peran pendidik hanyalah membantu anak didik untuk mengaktualisasikan
potensinya sesuai bakat dan minat. Pendidik, termasuk orangtua, harus dapat
menerima anak sebagaimana adanya baik pintar, jelek, biasa-biasa saja atau
lemah intelektualnya.
Peran orang tua sebagai pendidik pertama
dan utama adalah menerima anak, mencintai, mendorong, dan membantu anak aktif
dalam kehidupan bersama, agar anak memiliki nilai hidup jasmani, nilai etika
dan estetika, nilai kebenaran dan kejujuran, nilai moral dan etika, nilai
religius dan keagamaan, serta mampu bertindak sesuai dengan nilai-nilai
tersebut. Semua pendidik di luar orangtua seperti guru, konselor, pemimpin
agama dan sebagainya berperan membantu orang tua, melaksanakan sebagian tugas
mendidik orang tua, memperoleh
otoritasnya dari orang tua, maka tidak akan mengambil alih peran orangtua dalam
mendidik anaknya. Tanggungjawab akhir ada di tangan orangtua. Pendidik di luar
orangtua hanya menangani sebagian atau aspek ilmu pendidikan.
C. Obyek pendidikan dan posisi
obyek pendidikan
1. Obyek
pendidikan
Obyek pendidikan adalah anak didik
(siswa, murid). Anak didik adalah mereka yang sedang mengalami proses dididik.
Meraka adalah manusia muda yang belum dewasa, dalam proses menuju kedewasaan,
manusia yang dalam proses memanusiakan dirinya menjadi manusia seutuhnya,
manusia yang sedang dalam proses pembudayaan atau membudayakan dirinya menuju
manusia yang beradad. Menurut Drost
mereka itulah manusia yang perlu dibentuk: kanak-kanak , anak, remaja, pemuda, usia antara 0 sampai 20
tahun. Ia menegaskan bahwa kalau sesudah usia 20 tahun masih harus di didik
artinya pendidikan gagal. Dalam arti umum, anak didik adalah setiap orang yang
menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan
kegiatan pendidikan. Dalam arti sempit, anak didik adalah anak (pribadi yang
belum dewasa) yang diserahkan kepada tanggungjawab pendidik.
2. Anak
didik sebagai objek sekaligus subjek
Dilihat dari posisinya sebagai
manusia yang dididik , anak didik adalah objek pendidikan karena ia menjadi
sasaran, arah dari tindakan pendidik. Walaupun demikian, anak didik bukanlah
benda mati yang pasif, yang dapat dimanipulasi oleh pendidik sesuai keinginan
pendidik, melainkan dia adalah pribadi, orang yang memiliki potensi diri untuk
tumbuh dan berkembang, bersifat aktif, mampu memilih dan menentukan sendiri
secara bebas. Pengaruh anak didik atas seorang murid diberikan oleh dirinya
sendiri bersama orang tua, para teman sebaya, guru, tetangga, artis di
televisi, penyiar radio dan sebagainya. Dengan demikian, anak didik juga
sebagai subjek, yang menentukan dirinya sendiri dan menjadi pokok, fokus dalam
proses pendidikan.
D. Karakteristik,
tanggungjawab, dan peranan anak didik
1. Karakteritik
anak didik
Karakteristik, ciri-ciri, atau
sifat-sifat karakteristik anak didik dapat ditelusuri dengan membalikkan
karakteristik dari pendidik. Karakteristik anak didik adalah ia memang belum dewasa, tetapi sedang
tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. Ia belum susila, tetapi sedang tumbuh dan
berkembang sebagai makhluk susila. Ia belum sebagai manusia yang utuh, tetapi
sedang tumbuh dan berkembang menjadi manusia seutuhnya. Ia belum berjatidiri,
berintegritas, bermartabat, tetapi ia sedang tumbuh dan berkembang menjadi
manusia yang berjatidiri, berintegritas dan bermartabat. Ia belum bertanggungjawab, berbudaya, mandiri, tetapi
ia sedang tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang bertanggungjawab,
berbudaya, mandiri. Dengan kata lain, secara filsafati, anak didik dalam
kondisi potensial menuju aktual. Secara psikologis dapat dikatakan bahwa anak
didik dalam proses melaksanakan tugas
perkembangan mengaktualisasikan potensi-potensinya.
2. Tanggungjawab
anak didik
Dalam mengaktualisasikan potensi
dirinya anak didik memerlukan bantuan pendidik. Tanpa itu semua tidak akan
mungkin berjalan baik dan wajar. Itulah yang disebut dengan sifat
ketergantungan anak didik kepada pendidik. Karena masih bersifat
ketergantungan, maka anak didik juga belum mampu bertanggungjawab sendiri,
memilih dan mengambil keputusan sendiri secara bebas, maka menyerahkan
tanggungjawab dan kebebasanya tersebut sementara kepada pendidik.
Ketergantungan dan kebebasan serta
tanggungjawab yang diserahkan kepada pendidik itu akan ditarik kembali secara
berangsur-angsur seirama dengan pertumbuhan dan perkembangan anak didik. Makin
dewasa ketergantungannya makin berkurang dan tanggungjawabnya makin besar. Dan
pada saatnya anak didik akan melepas ketergantungannya dan bertanggungjawab
sepenuhnya pada dirinya sendiri. Itulah yang disebut sebagai manusia terdidik.
3. Peranan
anak didik
Peran anak didik ditentukan oleh
lingkungan kehidupan dimana proses pendidikan berlangsung. Lingkungan
pendidikan adalah keluarga (pendidikan informal), masyarakat (pendidikan
nonformal, pendidikan luar sekolah), dan sekolah (pengajan formal). Peran anak
didik juga ditentukan oleh bentuk atau upaya pendidikannya yaitu besar dan
proporsi peran serta tergantung pendekatan atau asumsi terhadap pendidikan.
Dalam keluarga, terlaksana lebih
dalam bentuk serta upaya pembiasaan dan peneladanan karena didalam pendidikan
keluarga, anak didik berperan sebagai orang yang berlatih untuk membiasakan
diri dengan norma-norma dan meniru atau meneladani tindakan-tindakan orang yang
lebih tua. Orang tua menginternalisasikan nilai-nilai seperti membiasakan anak
berlaku sopan, bersikap sosial, hormat pada yang lebih tua dan sebagainya.
Dalam masyarakat anak didik berperan
sebagai anggota masyarakat. Dalam masyarakat ada berbagai lembaga, seperti
lembaga agama, sosial, politik, dan sebagainya. Serta setiap anggota memiliki
norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap anggotanya. Dalam kaitannya dengan
pendidikan lembaga-lembaga di masyarakat
lebih menitikberatkan upayanya pada peneladanan dan pembelajaran. Peran anak
didik dalam lembaga masyarakat tersebut lebih sebagai pengambil teladan walau
juga terjadi peran meniru dan belajar. Sebagai konsekuensinya, masyarakat lebih
dituntut untuk memberi teladan dalam kaitannya dengan upaya pendidikan.
Di sekolah, anak didik lebih dominan
dalam kegiatan belajar. Mengajar dan pengajaran di sekolah telah dikembangkan
menjadi pembelajaran, oleh karena itu peran anak didik adalah belajar. Serta
diupayakan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, inovatif dan menyenangkan.
Proporsi peran pendidik tergantung
dari dua pendekatan; pertama, pendekatan mekanistik: yang berasumsi bahwa anak
adalah seperti botol kosong yang harus diisi dengan materi intelektual sehingga
anak didik akan dibatasi hingga bersifat pasif dalam mendengarkan guru,
menerima informasi, dan dalam meniru contoh dari guru. Kedua, pendekatan
organik: berasumsi bahwa anak didik sedang berkembang, mencari temuan-temuan
sehingga anak didik akan lebih besar dalam proses pendidikan.
Dalam analogi metafora
hortikultural, mengamsusikan bahwa anak tumbuh atau berkembang menjadi dewasa
seperti tanaman. Peran pendidik seperti tukang tanaman. Tukang tanaman hanya
dapat memperhatikan proses pertumbuhan tanaman, dapat mempercepat tetapi tidak
dapat terlibat didalamnya, tanaman harus tumbuh dalam dirinya sendiri. Seperti
pendidik mungkin bisa mempercepat anak didik dan mengarahkannya tetapi tidak
dapat mengajar anak didik tumbuh dan berkembang, yang dapat dilakukan hanyalah
membantu anak belajar.
Namun, teori tersebut tidak
sepenuhnya benar bila dianalogikan dengan pendidikan. Dalam hal ini pendidik
hanya mengawasi, menjaga, dan mengelola lingkungan. Tetapi tujuan akhir
pendidikan bukan hanya manusia yang tumbuh subur, melainkan seorang yang
terdidik, terpelajar dan terlatih. Dan bukan sekedar mengelola lingkungan
melainkan harus mengetahui pembentukan pemikiran anak didik, sesuai dengan
kemampuan anak didik. Serta dalam pendidikan harus melibatkan peran serta anak
didik dan pendidik dan terdapat komitmen antara keduanya.
Dari paparan diatas dapat
disimpulkan tentang perlunya pendidikan holistik. Pendidikan holistik antara
lain mengaplikasiakan prinsip saling keterkaitan. Beberapa konsep penting,
antara lain: pertama, konsep interdepensi adalah saling ketergantungan. Antara
pendidik dan anak didik ada saling ketergantungan karena tanpa unsur yang lain
tidak akan dapat berkembang dengan baik dan wajar. Kedua, konsep interrelasi
adalah saling terkait, saling hubungan, atau terjadi interaksi antar unsur
pendidikan. Terjadi interaksi antara pendidik dan anak didik juga sebaliknya bahkan
interaksi sebagai manusia. Dan ketiga, konsep partisipasi adalah keterlibatan,
peran serta, atau ikut ambil bagian dalam
proses pendidikan. Dalam hal pendidikan anak didik dapat berkembang bila
berperan aktif dalam proses pendidikan. Pendidik mendidik anak didik dengan
berperan dalam proses pendidikan, yaitu memiliki otoritas yang diakui,
diterima, dipercaya, ditaati oleh anak didik sehingga menimbulkan kewibawaan.
(Suparno, 2004:03).
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
1. Subyek
pendidikan adalah pendidik.
2. Keluarga
sebagai lembaga pertama dalam pendidikan.
3. Karakteristik
pendidik adalah dewasa, susila, mandiri, kekuatan berpikir matematis dan
ilmiah, terdidik, kompeten dan lain sebagainya.
4. Tanggungjawab
pendidik adalah menerima dan mematuhi norma, menghargai anak didik, bijaksana
dan lain sebagainya.
5. Kewibawaan
pendidik adalah dapat menimbulkan otoritas pada pendidik dan ketaatan bagi anak
didik.
6. Peranan
pendidik adalah membantu anak didik untuk mengaktualisasikan potensi anak didik
sesuai bakat dan minat.
7. Obyek
pendidikan adalah anak didik.
8. Posisi
anak didik adalah selain menjadi obyek juga menjadi subyek.
9. Karakteristik
anak didik adalah belum dewasa, belum susila, belum berjati diri dan sebagainya
(kebalikan dari karakteristik pendidik).
10. Tanggungjawab
anak didik itu masih bergantung sementara dengan pendidik.
11. Peranan
anak didik itu terjadi pada linkungan keluarga, masyarakat dan sekolah.
B.
Saran
1. Sebagai
pendidik yang profesionl harus mampu memberikan, mentransfer ilmu-ilmu yang
dimiliki kepada anak didiknya.
2. Sebagai
anak didik yang baik harus selalu menjalankan tugas utama kita yaitu belajar.
3. Untuk
menghasilkan kualitas anak didik yang unggul, pendidik harus senantiasa
memberikan pengajaran yang berkompeten.
Daftar Pustaka
Sudharso.
dkk. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan.
Semarang : FIP IKIP PGRI SEMARANG. Halaman 81-99.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar